PENGERTIAN
RAGAM HIAS
Ragam hias disebut juga ornamen,
merupakan salah satu bentuk karya seni rupa yang sudah berkembang sejak zaman
prasejarah, Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya
memilik banyak ragam hias.
Variasi ragam hias biasanya khas untuk suatu
unit budaya pada era tertentu, sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para sejarahwan atau arkeolog.
FAKTOR PENGARUH RAGAM HIAS
1.
Lingkungan alam
2.
Flora
3.
Fauna
4.
Manusia
Keinginan untuk menghias merupakan naluri
atau insting manusia. Faktor kepercayaan turut mendukung berkembangnya ragam
hias karena adanya perlambangan dibalik gambar. Ragam hias memiliki makna
karena disepakati oleh masyarakat penggunanya.
Menggambar ragam hias dapat dilakukan dengan
cara:
·
Stilasi (digayakan) = pengurangan ,penyederhanaan
bentuk atau hanya menyisakan garis luar gambar.
·
Deformasi(penambahan) = penambahan dan perubahan bentuk
RAGAM
HIAS NUSANTARA
Ragam hias Nusantara dapat ditemukan pada
motif batik, tenunan, anyaman, tembikar, ukiran kayu, dan pahatan batu. Ragam hias ini muncul dalam
bentuk-bentuk dasar yang sama namun dengan variasi yang khas untuk setiap
daerah. Dalam karya kerajinan atau seni Nusantara tradisional, sering kali
terdapat makna spiritual yang dituangkan dalam stilisasi ragam hias.
Terdapat ragam hias asli Nusantara, yang
biasanya merupakan stilisasi dari bentuk alam atau makhluk hidup (termasuk
manusia), dan ada pula ragam hias adaptasi pengaruh budaya luar, seperti
dari Tiongkok, India, Persia, serta Barat.
PENGARUH
MOTIF HIAS
Bagian besar motif hias dalam seni rupa
Nusantara merupakan hasil karya bangsa kita tetapi tedapat juga yang berasal
dari pengaruh asing. Hal tersebut lumrah terjadi karena kontak kebudayaan
berlangsung secara alami. Contohnya adalah motif hias burung funiks, naga, awan
dan batu karang yang berasal dari seni Cina banyak didapati pada karya seni
rupa pesisir utara Pulau Jawa. Bunga teratai yang bermakna kelahiran berasal
dari tradisi seni Hindu India dan banyak muncul pada arca atau relief candi.
Beberapa motif hias bersifat universal karena diketemukan juga di negara lain,
seperti meander, tumpal, dan swastika. Dengan motif hias yang beragam
sesungguhnya kualitas karya seni rupa menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat
dilihat pada kesesuaian teknik, bahan, warna, tema, bentuk, dan makna
simboliknya. Keterampilan yang akarnya sudah berumur ribuan tahun tersebut
wajib kita lestarikan agar tidak punah
PENGELOMPOKAN MOTIF HIAS
a. Motif Hias Flora
Motif hias ini berdasarkan pada
tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar. Bentuknya ada yang berupa akar, daun,
bunga, biji, tunas, buah, ranting, atau pohonnya. Contohnya adalah motif hias
bunga teratai yang dalam ajaran Buddha berhubungan dengan simbol kelahiran.
Contoh yang lain adalah motif hias pohon kehidupan (kalpataru) yang diterapkan
pada gunungan wayang. Nilai simbolik yang terdapat pada pohon tersebut adalah
dunia tempat tinggal manusia saat ini yang dibagi menjadi dunia atas tempat
para dewa bertahta dan dunia bawah tempat mahluk biasa tinggal.
b.
Motif Hias Fauna
Fauna atau satwa menjadi dasar terbentuknya
motif hias ini. Satwa darat, air atau yang hidup di udara dan bahkan ada pula
satwa khayal dibuat sebagai motif hias. Kadal, kerbau, belalang, ikan, ular,
kuda, singa, gajah, burung, rusa, dan mahluk ajaib naga
atau makara (ikan berbelalai) adalah beberapa satwa yang sering
dijadikan motif hias. Nilai simbolik tampak pada seekor satwa berkenaan dengan
alam kehidupan. Sebagai contoh ular mewakili dunia bawah atau air yang bermakna
sebagai pembawa jenazah mendiang untuk menyeberang dan burung dianggap mewakili
dunia atas yang membawa arwah ke alam atas.
c.
Motif Hias Geometri
Motif hias geometris atau sering disebut juga
ilmu ukur mulanya muncul karena faktor teknik dan bahan. Pada kriya anyaman
serat membujur dan melintang membentuk motif hias yang geometris, yaitu
serbalurus, lengkung atau lingkar. Motif hiasnya terdiri atas tumpal
(segitiga), meander (liku-liku), pilin, kunci, banji, swastika. Motif hias
swastika bermakna lambang matahari atau peredaran bintang yang berkaitan dengan
nasib baik. Swastika dalam bentuk bersambung disebut banji yang bermakna
harapan baik.
d.
Motif Hias Manusia
Manusia dalam bentuk motif hias sering
dimunculkan juga pada karya seni rupa Nusantara. Ada yang digambarkan utuh seluruh tubuh seperti pada
wayang kulit purwa dan ada pula yang digambarkan hanya bagian kepala saja.
Wajah manusia (topeng) yang dijadikan motif hias dibuat dengan gaya yang
disederhanakan atau sebaliknya, dilebih-lebihkan. Maknanya sebagai penolak bala
dan penggambaran nenek moyang. Contoh motif hias ini di antaranya
adalah kala pada bangunan candi dari zaman Hindu dan juga diterapkan
pada tenun ikat di Sumba.
e.
Motif Hias Kaligrafi
Huruf yang ditulis indah disebut kaligrafi.
Pada masa kekuasaan kerajaan Islam di Nusantara kaligrafi huruf Arab yang
disebut khath menjadi salah satu motif hias yang sering dipakai.
Motif hias yang sebagian merupakan nama Allah atau petikan ayat dari Alquran
dan Hadis biasa diterapkan pada kriya logam, kayu, kain, motif hias kaligrafi
Arab pada kain batik dan sebagainya.
f.
Motif Hias Lain
Motif hias gunung suci (mahameru), bukit
batu, awan, roda matahari, lidah api, perahu, pemandangan, dan untaian
manik-manik termasuk jenis kelompok ini. Semuanya juga memiliki nilai
perlambangan. Mahameru yang merupakan motif hias khas Hindu berkenaan dengan
alam atas, yakni tempat bersemayam para dewa. Lidah api melambangkan kesaktian.
Perahu merupakan lambang kendaraan arwah menuju ke alam keabadian dalam
kepercayaan kuna.
Ragam hias Figuratif objeknya manusia .Biasanya
digunakan pada bahan tekstil (dan kayu)
Teknik menggambar ragam hias
Dalam menggambar ragam hias memiliki aturan sebagai berikut
1. Perhatikan pola bentuk ragam hias yang akan di gambar
2. Persiapkan alat dan media gambar
3. Tentukan ukuran pola gambar yang akan di buat
4. buatlah sketsa ragam hias yang telah di tentukan
5. berilah warna pada gambar ragam hias
Dalam menggambar ragam hias memiliki aturan sebagai berikut
1. Perhatikan pola bentuk ragam hias yang akan di gambar
2. Persiapkan alat dan media gambar
3. Tentukan ukuran pola gambar yang akan di buat
4. buatlah sketsa ragam hias yang telah di tentukan
5. berilah warna pada gambar ragam hias
MOTIF RAGAM HIAS DAERAH
Motif
Hias di Indonesia sangat beragam, macam-macam motif hias ini sering kita
temukan pada karya seni kriya yang di ciptakan di wilayah nusantara, baik
penggunaan motif hias yang sudah terpengaruh dengan gaya modern, ataupun seni kriya yang masih mempertahankan gaya
motif hias lama atau klasik. Namun motif yang kami bagikan kali ini adalah
motif klasik tradisional yang berkembang pada zaman islam di Jawa yang telah
yang mencapai puncak kejayaan pada zaman kerajaan-kerajaan besar di Jawa dan
sekitarnya.
1.
Motif Ragam Hias Padjajaran
Motif
Ragam Hias Padjajaran berbentuk ukel dari daun pakis dan bentuknya serba bulat.
Bentuk ukel seperti tanda koma, Angkupnya berbentuk bulat juga. Ujung ukel
berbentuk patran miring. Motif Ragam Hias Padjajaran ini dapat kita lihat di
Makam Sunan Gunung Jati, pada suatu bangsal dari kayu berukir. Menurut sejarah,
semula adalah bangsal Taruma Negara dari Kerajaan Prabu Siliwangi. Makam
tersebut terletak di dekat sungai Citarum di daerah Cirebon. Motif Ragam Hias
Padjajaran diketemukan oleh Dinas Purbakala.
Pokok
dan Dasar Motif Padjajaran:
Bagian Pokok: Cembung,semua daun atau
bunga besar maupun kecil, dibuat cembung (bulat).
Angkup: Mempunyai beberapa angkup antara lain angkup besar, angkup tanggung, angkup kecil.
Angkup: Mempunyai beberapa angkup antara lain angkup besar, angkup tanggung, angkup kecil.
Culo: Ialah unsur yang penting untuk mengetahui bahwa itulah
motif Padjajaran. Lain dari pada itu tanda culo, berbentuk cembung. Motif
Padjajaran besar maupun tanggung dan kecil ada culonya.
Endong: Ialah sehelai daun yang selalu
digendong oleh daundaun pokok (daun yang besar) atau suatu trubusan yang selalu
tumbuh di belakang daun pokok.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuhnya pada daun besar atau daun pokok yang berdampingan dengan tangkai angkup.
Benangan: Yaitu gagang yang terletak di bagian muka ulir atau daun melingkar menuju ulir atau hiasan yang berwujud seperti benang di bagian sehelai daun. Bentuk ini menambah manis dan cantiknya motif tersebut.
Pecahan: Ialah garis penghias daun; bentuk pecahan ini diselaraskan dengan motif tersebut.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuhnya pada daun besar atau daun pokok yang berdampingan dengan tangkai angkup.
Benangan: Yaitu gagang yang terletak di bagian muka ulir atau daun melingkar menuju ulir atau hiasan yang berwujud seperti benang di bagian sehelai daun. Bentuk ini menambah manis dan cantiknya motif tersebut.
Pecahan: Ialah garis penghias daun; bentuk pecahan ini diselaraskan dengan motif tersebut.
2.
Motif Ragam Hias Majapahit
Ragam
Hias Majapahit berbentuk bulatan dan krawingan (cekung) dan terdiri dari ujung
ukel dan daun-daun waru maupun pakis. Dalam raga mini patran (daun) diwujudkan
krawing (cekung). Bentuk Ragam Hias Majapahit untuk ragam pokok berbentuk
seperti tanda Tanya.
Ragam-ragam ini terdapat pada bekas-bekas potongan batu yang hanya sedikit, dan pada potongan kayu yang sudah rusak. Ragam Majapahit diketemukan oleh Ir. H. Maclaine Pont, seorang pejabat pada Museum Trowulan dan juga dapat dilihat pada tiang Pendopo Masjid Demak. Menurut sejarah tiang tersebut merupakan benda peninggalan kerajaan Majapahit yang dibawa oleh R. patah.
Ragam-ragam ini terdapat pada bekas-bekas potongan batu yang hanya sedikit, dan pada potongan kayu yang sudah rusak. Ragam Majapahit diketemukan oleh Ir. H. Maclaine Pont, seorang pejabat pada Museum Trowulan dan juga dapat dilihat pada tiang Pendopo Masjid Demak. Menurut sejarah tiang tersebut merupakan benda peninggalan kerajaan Majapahit yang dibawa oleh R. patah.
Pokok
dan dasar Motif Hias Majapahit
Bagian
Pokok: Campuran cekung dan cembung, memang daun ini merupakan campuran yang
sesuai untuk menambah baiknya motif tersebut.
Angkup: Ragam ini mempunyai dua angkup, yang berbentuk cembung dan cekung memakai ulir menelungkup pada sehelai daun pokok.
Jambul: Ragam ini mempunyai jambul susun dan jambul satu. Ini suatu tanda untuk daun-daun pokok atau daun lainnya. Jambul yang satu untuk daun yang tanggung. Adapun daun kecil tidak memerlukan jambul. Jambul ini diletakkan di muka bagian atas ulir pada penghabisan ulir angkup.
Trubusan: (daun semi) ialah sehelai daun yang terletak di atas angkup atau daun besar berebentuk bulat atau cekung (krawing), baik daun tanggung maupun daun kecil.
Benangan: Sama dengan motif Padjajaran, hanya bedanya jika motif Majapahit mempunyai benangan rangkap. Benangan rangkap ini dipakai pada daun yang besar dan benangan satu pada daun yang tanggung.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuh pada daun besar atau pokok daun pada bagian bawah, berdampingan dengan tangkai angkup.
Pecahan: Sama dengan pada motif Padjajaran
Angkup: Ragam ini mempunyai dua angkup, yang berbentuk cembung dan cekung memakai ulir menelungkup pada sehelai daun pokok.
Jambul: Ragam ini mempunyai jambul susun dan jambul satu. Ini suatu tanda untuk daun-daun pokok atau daun lainnya. Jambul yang satu untuk daun yang tanggung. Adapun daun kecil tidak memerlukan jambul. Jambul ini diletakkan di muka bagian atas ulir pada penghabisan ulir angkup.
Trubusan: (daun semi) ialah sehelai daun yang terletak di atas angkup atau daun besar berebentuk bulat atau cekung (krawing), baik daun tanggung maupun daun kecil.
Benangan: Sama dengan motif Padjajaran, hanya bedanya jika motif Majapahit mempunyai benangan rangkap. Benangan rangkap ini dipakai pada daun yang besar dan benangan satu pada daun yang tanggung.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuh pada daun besar atau pokok daun pada bagian bawah, berdampingan dengan tangkai angkup.
Pecahan: Sama dengan pada motif Padjajaran
3.
Motif Ragam Hias Bali
Motif
Ragam Hias Bali hampir sama dengan Ragam Hias Padjajaran. Bedanya terletak pada
ujung ukel dihiasi dengan sehelai patran. Jadi ukel besar kecil, bulat cekung,
pecahan, ada pula daun yang runcing. Ragam Hias bali oleh orang Bali dinamakan
Patre Punggel. Ragam ini dapat dilihat di pura sebagai hiasan pintu masuk. Juga
di kota-kota besar yang sudah banyak didapatkan patung-patung Bali Klasik.
Pokok
dan Dasar Motif Hias Bali
Bagian
Pokok: Campuran cekung dan cembung serta campuran daun ini. Daun yang besar
atau tanggung, sehingga bentuk daun dapat dimengerti jika daun inilah motif
Bali.
Pokok Daun: Sehelai daun yang tumbuh di tengah-tengah daun yang lain dan tertutup oleh angkup. Batas dan garis pokok berimpitan dengan ulir muka (benangan) dan masuk pada angkupnya.
Angkup: Sehelai daun yang menutup daun pokok dari pangkal hingga sampai pada ujungnya dan pada ujung daun berulir.
Benangan: Berbentuk cekung melingkar di bagian muka ulir dan tidak berimpitan dengan garis-garis yang lain dan ujungnya berulir.
Sunggar: Sehelai daun yang tumbuh membalik di muka berbentuk krawingan, yang pokoknya tumbuh dari ulir bagian benang.
Endong: Sehelai daun yang selalu tumbuh di belakang (punggung) daun pokok, yang berbentuk cempalukan berulir atau daun punggel.
Trubusan: (daun semi) sehelai daun tambahan yang tumbuh di bagian ujung atau atas daun pokok, menambah indahnya daun itu.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuh pada daun besar atau daun pokok di bagian bawah berdampingan tangkai angkup.
Pecahan: Suatu cawenan yang memisahkan daun pokok, terletk ditengah-tengah daun itu, menambah baiknya dari suatu motif Bali.
Pokok Daun: Sehelai daun yang tumbuh di tengah-tengah daun yang lain dan tertutup oleh angkup. Batas dan garis pokok berimpitan dengan ulir muka (benangan) dan masuk pada angkupnya.
Angkup: Sehelai daun yang menutup daun pokok dari pangkal hingga sampai pada ujungnya dan pada ujung daun berulir.
Benangan: Berbentuk cekung melingkar di bagian muka ulir dan tidak berimpitan dengan garis-garis yang lain dan ujungnya berulir.
Sunggar: Sehelai daun yang tumbuh membalik di muka berbentuk krawingan, yang pokoknya tumbuh dari ulir bagian benang.
Endong: Sehelai daun yang selalu tumbuh di belakang (punggung) daun pokok, yang berbentuk cempalukan berulir atau daun punggel.
Trubusan: (daun semi) sehelai daun tambahan yang tumbuh di bagian ujung atau atas daun pokok, menambah indahnya daun itu.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuh pada daun besar atau daun pokok di bagian bawah berdampingan tangkai angkup.
Pecahan: Suatu cawenan yang memisahkan daun pokok, terletk ditengah-tengah daun itu, menambah baiknya dari suatu motif Bali.
4.
Motif Ragam Hias Mataram
Motif Ragam Hias Mataram ini jika ditinjau dari
gambar ukir, berasal dari pakaian wayang purwa. Bentuknya mirip bentuk
cawenan-cawenan pakaian wayang. Dapat disimpulkan, ukiran motif Mataram
mengambil motif ukiran wayang purwa Kerajaan Demak. Sebab, menurut sejarah,
pada waktu kerajaan Demak mengalami masa surut, wayang dibawa pula ke Kerajaan
Mataram.
Dalam pelaksanaannya, motif Mataram berbentuk krawingan.
Dalam pelaksanaannya, motif Mataram berbentuk krawingan.
Pokok
dan Dasar Motif Hias Mataram:
Pokok:
Berbentuk krawingan atau cekung, bagian muka dan atas memakai ulir atau polos
dan ada pula daun yang menelungkup. Daun-daun motif Mataram ini sifatnya
menyerupai daun alam (bentuk digubah) dan cara hidupnya bergerombolan, sehingga
menggambarkan kesatuan atau menuju kesatu titik (memusat).
Benangan: Yang mempunyai bentuk benangan timbul dan cawen melingkar menuju ulir muka.
Trubusan: Yang mempunyai bentuk sehelai daun kagok, bengkok tumbuh di bagian muka benangan dan berhenti di bawah ulir.
Pecahan: Ialah suatu pecahan yang bentuknya menyobek sehelai daun memakai irama berbelok-belok, sehingga menambah baiknya masing-masing daun.
Benangan: Yang mempunyai bentuk benangan timbul dan cawen melingkar menuju ulir muka.
Trubusan: Yang mempunyai bentuk sehelai daun kagok, bengkok tumbuh di bagian muka benangan dan berhenti di bawah ulir.
Pecahan: Ialah suatu pecahan yang bentuknya menyobek sehelai daun memakai irama berbelok-belok, sehingga menambah baiknya masing-masing daun.
5.
Motif Ragam Hias Jepara
Ragam
Hias Jepara dikembangkan oleh penduduk Jepara, untuk perhiasan rumah tangga di
daerah itu
sendiri. Juga diperdagangkan ke Luar Negeri. Ragam Hias tersebut dari ukiran kayu; misalnya alat- alat rumah tangga, berupa: peti untuk penyimpan barangbarang perhiasan, kursi tamu, almari, buffet, toilet, dan lainlainnya. Untuk keperluan rumah tangga misalnya; gebyok yakni dinding antara serambi rumah dengan ruang peringgitan (ruang muka) yang sering terdapat di sekitar daerah Jepara dan kudus.
Peninggalan pertama yang masih dapat kita lihat yaitu hiasan ornamen yang ada di Makam Mantingan Jepara.
sendiri. Juga diperdagangkan ke Luar Negeri. Ragam Hias tersebut dari ukiran kayu; misalnya alat- alat rumah tangga, berupa: peti untuk penyimpan barangbarang perhiasan, kursi tamu, almari, buffet, toilet, dan lainlainnya. Untuk keperluan rumah tangga misalnya; gebyok yakni dinding antara serambi rumah dengan ruang peringgitan (ruang muka) yang sering terdapat di sekitar daerah Jepara dan kudus.
Peninggalan pertama yang masih dapat kita lihat yaitu hiasan ornamen yang ada di Makam Mantingan Jepara.
Pokok
dan Dasar Motif Jepara
Pokok:
Dari motif ini garis besarnya berbentuk prisma segi tiga yang melingkar-lingkar
dan dari penghabisan lingkaran berpecah- pecah menjadi beberapa helai daun,
menuju kelingkaran gagang atau pokok dan bercawenan seirama dengan ragam
tersebut.
Buah: Ialah di bagian sudut pertemuan lingkaran, berbentuk bulatan kecil- kecil bersusun seperti buah wuni.
Pecahan: Ialah cawenan yang berbentuk sinar dari sehelai daun
Lemahan: Ialah dasar, dalam prakteknya tidak begitu dalam ada juga yang di krawang atau tembus.
Buah: Ialah di bagian sudut pertemuan lingkaran, berbentuk bulatan kecil- kecil bersusun seperti buah wuni.
Pecahan: Ialah cawenan yang berbentuk sinar dari sehelai daun
Lemahan: Ialah dasar, dalam prakteknya tidak begitu dalam ada juga yang di krawang atau tembus.
6.
Motif Ragam Hias Madura
Motif
Ragam Hias Madura mempunyai corak tersendiri, bentuk daunnya agak kaku,
biasanya untuk perhiasan kamar. Ragam Hias ini diwujudkan berlapis (bersusun),
daun yang ada di sebelah muka terpisah dengan daun di belakang, tetapi
merupakan satu rangkaian.
Motif Madura diciptakan oleh para ahli seni di daerah itu sendiri tidak mencontoh motif dari daerah lain. Motif tersebut tidak diperdagangkan seperti ukiran dari daerah Jepara yang merupakan sumber penghidupan rakyat setempat. Akan tetapi juga kita dapat melihat motif ukiran Madura itu di gedung Museum Pusat (museum Gajah) Jakarta. Sebagai contoh diberikan perhiasan melengkung di atas sebuah pintu yang pada waktu itu dipersembahkan penduduk kepada Gubernur Jenderal De Greaff dan sesudah beliau kembali ke Negeri Belanda, barang tersebut dipasang pada salah sebuah pintu di museum.
Motif Madura diciptakan oleh para ahli seni di daerah itu sendiri tidak mencontoh motif dari daerah lain. Motif tersebut tidak diperdagangkan seperti ukiran dari daerah Jepara yang merupakan sumber penghidupan rakyat setempat. Akan tetapi juga kita dapat melihat motif ukiran Madura itu di gedung Museum Pusat (museum Gajah) Jakarta. Sebagai contoh diberikan perhiasan melengkung di atas sebuah pintu yang pada waktu itu dipersembahkan penduduk kepada Gubernur Jenderal De Greaff dan sesudah beliau kembali ke Negeri Belanda, barang tersebut dipasang pada salah sebuah pintu di museum.
Pokok
dan Dasar Ragam Motif Hias Madura
Pokok:
Raga mini mengubah patran yang diselingi dengan isian (isen-I seni) bunga,
buah, daunnya melengkung membentuk tanda Tanya dan bentuk daunnya cekung
(krawing).
Pecahan: Tiga baris panjang pendek dari benangan menuju ujung daun motif.
Benangan: Timbul dari pangkal daun menuju ke ulir daun tersebut.
Pecahan: Tiga baris panjang pendek dari benangan menuju ujung daun motif.
Benangan: Timbul dari pangkal daun menuju ke ulir daun tersebut.
7.
Motif Ragam Hias Cirebon
Di
kota Cirebon dan sekitarnya terdapat seni ukir kayu yang mempunyai gaya
tersendiri. Pada dasarnya motif ragam hias tersebut dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu ragam hias awan, bukit batu karang dan motif tumbuh-
tumbuhan. Masing-masing mempunyai ciri khas yang menunjukkan perbedaan antara
yang satu dengan lainnya.
Ragam Hias awan dapat diketahui, dengan adanya garis sudut-menyudut yang terpajang dari pilin berupa belah ketupat yang letaknya mendatar. Pada rangkaian belah ketupat tidak terdapat rangkaian tanaman, dan dapat juga diketahui dari cara meletakkannya.
Ragam Hias batu karang dapat diketahui dengan adanya batu karang yang menjalar pada pilin- pilin seperti belah ketupat yang berantai, bagian pinggir bergelombang dan sudutnya dibulatkan. Garis sudut menyudut yang terpajang dari belah ketupat berdiri tegak.
Adapun Ragam Hias Cirebon yang bentuknya merupakan gubahan bentuk tumbuh-tumbuhan mempunyai bentuk hampir sama dengan ragam hias Padjajaran. Begitu pula bentuk timbul cekungnya menunjukkan perbedaan yang jelas sekali. Gambar orang dan binatang menurut ragam hias Cirebon sering dilukiskan dalam bentuk ragam hias tanaman. Hal ini dilakukan berhubung dengan adanya larangan dalam agama Islam untuk melukiskan manusia dan binatang.
Selain ragam Cirebon yang diwujudkan dalam bentuk sulur-suluran kembang bakung, banyak juga ragam hias lain dalam bentuk Pohon Hayat yang mempunyai arti simbolik, bahwa: Pembagian dunia itu serba dua yang menyatakan dunia atas (burung enggang), dunia bawah (ulur), serta keesaan Tuhan digambarkan dengan pohon Hayat.
Ragam Hias awan dapat diketahui, dengan adanya garis sudut-menyudut yang terpajang dari pilin berupa belah ketupat yang letaknya mendatar. Pada rangkaian belah ketupat tidak terdapat rangkaian tanaman, dan dapat juga diketahui dari cara meletakkannya.
Ragam Hias batu karang dapat diketahui dengan adanya batu karang yang menjalar pada pilin- pilin seperti belah ketupat yang berantai, bagian pinggir bergelombang dan sudutnya dibulatkan. Garis sudut menyudut yang terpajang dari belah ketupat berdiri tegak.
Adapun Ragam Hias Cirebon yang bentuknya merupakan gubahan bentuk tumbuh-tumbuhan mempunyai bentuk hampir sama dengan ragam hias Padjajaran. Begitu pula bentuk timbul cekungnya menunjukkan perbedaan yang jelas sekali. Gambar orang dan binatang menurut ragam hias Cirebon sering dilukiskan dalam bentuk ragam hias tanaman. Hal ini dilakukan berhubung dengan adanya larangan dalam agama Islam untuk melukiskan manusia dan binatang.
Selain ragam Cirebon yang diwujudkan dalam bentuk sulur-suluran kembang bakung, banyak juga ragam hias lain dalam bentuk Pohon Hayat yang mempunyai arti simbolik, bahwa: Pembagian dunia itu serba dua yang menyatakan dunia atas (burung enggang), dunia bawah (ulur), serta keesaan Tuhan digambarkan dengan pohon Hayat.
Pokok
dan Dasar Motif Cirebon
Pokok:
Raga mini mirip dengan ragam Pejajaran yang berbentuk cembung bercampur
cekung(bulat dan krawing), merupakan komposisi besar kecil yang berbuah dan
berbunga.
Angkup: Menelungkup pada bagian daun pokok melingkari ragam pokok.
Angkup: Menelungkup pada bagian daun pokok melingkari ragam pokok.
8.
Motif Ragam Hias Pekalongan
Motif
Pekalongan termasuk seni ukir yang tidak kalah dengan motif yang lain dan
mempunai corak tersendiri, juga mempunyai bunga dan buah seperti bakung. Ukiran
ini kurang dikenal, sebab tidak dikembangkan atau tidak diperdagangkan penduduk
setempat,hanya dipergunakan untuk perhiasan rumah tangga. Karena Pekalongan
terkenal dengan batiknya, maka batik inilah yang dikembangkan oleh penduduk di
kota tersebut.
Pokok
dan dasar Motif Hias Pekalongan
Pokok :
Dasar motif pekalongan mirip PaDjajaran yang berbentuk cembung dan dan cekung.
Angkup : tumbuh melingkari ragam pokok dengan angkup yang bersusun.
Benangan : berbentuk timbul menghubungkan ulir yang satu dengan yang lain, sama dengan ragam mataram. Pecahan, hanya terdapat pada lingkaran besar dan daun-daun.
Angkup : tumbuh melingkari ragam pokok dengan angkup yang bersusun.
Benangan : berbentuk timbul menghubungkan ulir yang satu dengan yang lain, sama dengan ragam mataram. Pecahan, hanya terdapat pada lingkaran besar dan daun-daun.
9.
Motif Ragam Hias Surakarta
Motif
Ragam hias Surakarta mengambil gubahan patrari dan ukel pakis yang sedang
menjalar dengan bebas, berbentuk cembung dan cekung, yang dilengkapi dengan
buah dan bunga. Hasil seni merupakan gaya pembawaan dan watak penciptaan
pengaruh alam sekitarnya.
Pada umumnya penduduk Surakarta gemar akan gerak irama yang bebas namun tetap memenuhi syarat komposisi Seolah-olah ada keseragaman hidup masyarakat Surakarta dengan aliran Bengawan Solo. Ragam hias ini masih banyak terdapat di sekitar keraton Solo, di Museum Radya Pustaka, dan di tebeng Langse Makam Pujangga Ronggo Warsito di desa Palar Klaten, diambil juga gubahan daun bakung dan kangkung.
Pada umumnya penduduk Surakarta gemar akan gerak irama yang bebas namun tetap memenuhi syarat komposisi Seolah-olah ada keseragaman hidup masyarakat Surakarta dengan aliran Bengawan Solo. Ragam hias ini masih banyak terdapat di sekitar keraton Solo, di Museum Radya Pustaka, dan di tebeng Langse Makam Pujangga Ronggo Warsito di desa Palar Klaten, diambil juga gubahan daun bakung dan kangkung.
Pokok
dan dasar motif Surakarta:
Pokok :
dasar motif Surakarta mirip motif campuran antara ragam hias Jepara dan Pekalongan
yang berbentuk cembung dan cekung serta runcing dan bulat.
Angkup : digubah dari daun pakis yang berbentuk sesuai dengan angkup ragam hias Bali.
Benangan dan pecahan : membentuk garis yang pada ujung melingkar.
Angkup : digubah dari daun pakis yang berbentuk sesuai dengan angkup ragam hias Bali.
Benangan dan pecahan : membentuk garis yang pada ujung melingkar.
10.
Motif Ragam Hias Yogyakarta
Motif
Ragam hias Yogyakarta mengambil gubahan sulur-sulur yang berbentuk pilin tegar.
Sulur bunga sebetulnya akar gantung, melilit menyerupai tali yang bergelombang.
Pada jarak jarak yang tertentu ada buku- buku dari sinilah selalu tumbuh keluar
tangkai daun, yang berbentuk seperti pilin.
Pilin-pilin ini mengikal ke kanan dan kekiri berganti-ganti. Pada ujung tiap-tiap tangkai daun, ada buah dan bunganya. Daundaun yang menempel pada tangkainya, mengikal berlawanan arah. Penjelasan ini diberikan oleh Dr. Brandes.
Ragam hias tersebut banyak digunakan pada hiasan-hiasan alumunium, perak, emas dari barang-barang kerajinan yang dihasilkan oleh penduduk Yogyakarta misalnya : alat-alat sendok, asbak, cerana, gong, bejana kerangka atau sarung keris dan lain-lain.
Pilin-pilin ini mengikal ke kanan dan kekiri berganti-ganti. Pada ujung tiap-tiap tangkai daun, ada buah dan bunganya. Daundaun yang menempel pada tangkainya, mengikal berlawanan arah. Penjelasan ini diberikan oleh Dr. Brandes.
Ragam hias tersebut banyak digunakan pada hiasan-hiasan alumunium, perak, emas dari barang-barang kerajinan yang dihasilkan oleh penduduk Yogyakarta misalnya : alat-alat sendok, asbak, cerana, gong, bejana kerangka atau sarung keris dan lain-lain.
Pokok
dan Dasar Motif Yogyakarta
Pokok :
diambil dari gubahan sulur yang berbentuk pilin yang tegar, bertangkai bulat
Daun : berbentuk mengikal berlawanan, krawing, bulat yang mempunyai tepi membalik ke atas sebagian sehingga tampak timbul.
Pecahan : terdapat pada tangkai dan daun
Angkup : seringkali terdapat pada tangkai sulur yang searah dengan tegarnya tangkai, yang merupakan daun pula.
Daun : berbentuk mengikal berlawanan, krawing, bulat yang mempunyai tepi membalik ke atas sebagian sehingga tampak timbul.
Pecahan : terdapat pada tangkai dan daun
Angkup : seringkali terdapat pada tangkai sulur yang searah dengan tegarnya tangkai, yang merupakan daun pula.
Bentuk
Corak Senirupa Terapan
Nusantara di
setiap daerah sangat beragam. Corak karya senirupa terapan di daerah Jawa
misalnya umumnya bercorak tumbuhan, hewan, dan ada pula yang bercorak bidang
geometrik atau bidang organik. Di Toraja, Papua, dan Sumatra Utara sering
dijumpai bentuk dan corak yang berpola geometrik. Bentuk corak manusia dan
hewan banyak digunakan pada ragam hias masyarakat Dayak di Kalimantan, Batak,
dan Papua.
Bentuk atau corak dibedakan atas bentuk figuratif (sesuai dengan aslinya) dan bentuk nonfiguratif (tidak nyata). Bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan menjadi bentuk abstrak, bentuk geometris, bentuk stilasi, bentuk deformasi, dan bentuk visual realistis.
Bentuk atau corak dibedakan atas bentuk figuratif (sesuai dengan aslinya) dan bentuk nonfiguratif (tidak nyata). Bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan menjadi bentuk abstrak, bentuk geometris, bentuk stilasi, bentuk deformasi, dan bentuk visual realistis.
a.
Bentuk Abstrak
Bentuk
abstrak yaitu bentuk yang bukan hasil tiruan atau pengolahan dari bentuk alam
(nature) atau bentuk yang tidak sesuai dengan aslinya (tidak nyata). seperti
motif tumpal, baji, kawung, meander, pilin, swastika, dan lain-lain. Bentuk
abstrak terbagi atas tiga, yaitu sebagai berikut.
Bentuk
abstrak murni, contohnya kursi, meja, sepatu, dan rumah.
Bentuk
abstrak simbolis, contohnya, huruf, tanda baca, rambu-rambu lalu lintas, dan
lambang-lambang.
Bentuk abstrak filosofis, contohnya huruf Cina.
b.
Bentuk Geometris
Bentuk geometris yaitu bentuk yang memiliki keteraturan, baik ukuran maupun bentuknya. Contoh bentuk geometris adalah segitiga sama sisi, segiempat, segilima, segi enam, dan lingkaran.
Bentuk geometris yaitu bentuk yang memiliki keteraturan, baik ukuran maupun bentuknya. Contoh bentuk geometris adalah segitiga sama sisi, segiempat, segilima, segi enam, dan lingkaran.
c.
Bentuk Stilasi
Bentuk
stilasi yaitu bentuk dengan berbagai penggayaan/digayakan. Misalnya, motif hias
geometris, flora, fauna, dan manusia.
d.
Bentuk Deformasi
Bentuk
deformasi yaitu bentuk yang telah mengalami penyederhanaan.
Beberapa contoh Bentuk Corak Deformasi karya senirupa terapan yang bisa anda ambil sebagai bahan referensi, silahkan klik gambar corak senirupa terapan dibawah untuk melihat yang lebih besar.
Beberapa contoh Bentuk Corak Deformasi karya senirupa terapan yang bisa anda ambil sebagai bahan referensi, silahkan klik gambar corak senirupa terapan dibawah untuk melihat yang lebih besar.
e.
Bentuk Corak Visual Realistis
Bentuk
visial realistis biasa juga disebut bentuk naturalistis, yaitu bentuk yang
sesuai dengan aslinya.
itulah diatas bentuk corak senirupa terapan nusantara yang bisa saya bagikan untuk anda,
DAFTAR PUSTAKA:
itulah diatas bentuk corak senirupa terapan nusantara yang bisa saya bagikan untuk anda,
DAFTAR PUSTAKA:
Insert code: <i rel="code">Put code here</i> or <i rel="pre">Put code here</i>
Insert image: <i rel="image">Put Url/Link here</i>
Insert title: <b rel="h3">Your title.</b>
Insert blockquote: <b rel="quote">Put text here</b>
Bold font: <b>Put text here</b>
Italics: <i>Put text here</i>
[iframe]Enter Your Embed Video Url Here[/iframe]
0 Comments